Rabu, 28 Maret 2012

Doa Setelah Wudhu


Bacaan Doa Setelah Wudhu
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah, wahdahu laa syariika lahu, wa asyhadu anna mUhammadan ‘abduhu wa Rasuuluhu. Allahumma j’alnii minat tawwabiina, waj’alnii minal mutathahiriina waj’alnii min ‘ibaadikash shalihiina.”
Artinya :
 “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan tidak ada yang menyekutukanNya. Aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah, jadikanlah aku orang yang ahli bertobat, jadikanlah aku orang yang suci, dan jadikanlah aku dari golongan orang-orang yang saleh.”

Kamis, 22 Maret 2012

10 Amalan Ringan Pembuka Jalan Menuju Surga



Allah dan Rasul-Nya banyak menyebutkan ganjaran surga dan mengancam dengan adzab neraka untuk memotivasi umat-Nya untuk banyak beramal shalih dan menjauhi segala larangan-Nya. Di samping itu Allah pun telah mengabarkan sifat-sifat surga dan neraka untuk lebih meningkatkan keinginan manusia untuk meraih surga dan menjauhi neraka.
Di antara kenikmatan surga, Allah berfirman dalam sebagian ayat-ayat-Nya,

عَلَى سُرُرٍ مَوْضُونَةٍ – مُتَّكِئِينَ عَلَيْهَا مُتَقَابِلِينَ – يَطُوفُ عَلَيْهِمْ وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ – بِأَكْوَابٍ وَأَبَارِيقَ وَكَأْسٍ مِنْ مَعِينٍ – لا يُصَدَّعُونَ عَنْهَا وَلا يُنْزِفُونَ – وَفَاكِهَةٍ مِمَّا يَتَخَيَّرُونَ – وَلَحْمِ طَيْرٍ مِمَّا يَشْتَهُونَ – وَحُورٌ عِينٌ – كَأَمْثَالِ اللُّؤْلُؤِ الْمَكْنُونِ

“Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata, seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk, dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. Dan (di dalam surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli, laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS al-Waqi’ah: 15-23)

Dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Surga itu disediakan bagi orang-orang sholih, kenikmatan di dalamnya tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pula pernah terlintas dalam hati.’ Maka bacalah jika kalian menghendaki firman Allah Ta’ala (yang artinya), ‘Tak seorangpun mengetahui berbagai nikmat yang menanti, yang indah dipandang sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan.’” (QS. As Sajdah [32] : 17) (HR. Bukhari & Muslim)

Maka membayangkan seberapa besar kenikmatan surga – dan sesungguhnya lebih indah dari yang bisa kita bayangkan – tentu menjadi motivasi kuat bagi orang yang beriman untuk meraihnya. Dan ini adalah bagian dari keimanan terhadap hari akhir dan iman kepada Allah Ta’ala.
Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al-Wabil penulis kitab Asyratus Sa’ah (Tanda-tanda Hari Kiamat) berkata, [“Sesungguhnya percaya kepada Allah, hari akhir, pahala serta siksaan memberi arah yang nyata terhadap perilaku manusia untuk berbuat kebaikan. Tidak ada undang-undang ciptaan manusia yang mampu menjadikan perilaku manusia tetap tegak dan lurus seperti beriman kepada hari akhir. Oleh karena itu, dalam masalah ini akan ada perbedaan perilaku antara (orang yang tak beriman kepada Allah dan hari akhir) dengan orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir serta dia mengetahui bahwa dunia adalah tempat simpanan akhir sedang amal shalih adalah bekal untuk akhirat, sebagaimana firman Allah,

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى

“...Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa ...” (QS al-Baqarah: 197)

Dan sebagaimana komentar sahabat Umair Ibnu Hamam, “Menuju kepada Allah tak ada bekal lain kecuali takwa, amal akhirat dan sabar karena Allah dalam perjuangan. Dan semua bekal akan habis kecuali takwa, berbuat baik dan mencari petunjuk.”
Nampak perbedaan antara perilaku orang beriman dengan yang tidak beriman kepada Allah, hari akhir, pahala dan siksaan. Maka bagi orang yang percaya hari pembalasan dia akan berbuat dengan melihat kepada timbangan langit, bukan timbangan bumi. Dan dia akan melihat hisab akhirat, bukan hisab dunia. Dia akan mempunyai perilaku tersendiri dalam kehidupan. Kita akan melihatnya istiqamah dan dalam berpikir, iman, tabah dalam kesulitan, sabar atas bencana demi mencari pahala, dan dia mengerti bahwa apa yang ada di sisi Allah itu lebih baik dan lebih kekal.”]
Jalan menuju surga memang dipenuhi onak dan duri. Akan tetapi sesungguhnya ada banyak amalan-amalan yang mudah dilakukan namun Allah membalasnya dengan ganjaran yang sangat besar. Berikut ini disajikan beberapa amalan yang insya Allah ringan diamalkan namun bisa membawa pelakunya ke surga.

1. Berdzikir Kepada Allah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِى الْمِيزَانِ ، حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ

“Ada dua kalimat yang ringan bagi lisan, berat dalam mizan (timbangan amal) dan dicintai ar-Rahmaan: ‘Subhanallahu wa bihamdih’ (Maha Suci Allah dan dengan pujian-Nya kami memuji) ‘Subhanallah al-Azhiim’ (Maha Suci Allah Dzat Yang Maha Agung).” (HR Bukhari dan Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

لَأَنْ أَقُوْلَ: (سبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله والله أكبر) أَحَبُّ إِلَيَّ مِمّا طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ

“Saya membaca: ‘Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaaha illallah wallahu akbar’, sungguh aku lebih cintai daripada dunia dan seisinya.” (HR Muslim no 2695 dan at-Tirmidzi)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,
مَا عَمِلَ آدَمِيٌّ عَمَلًا أَنْجَى لَهُ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ
“Tidaklah seorang manusia mengamalkan satu amalan yang dapat menyelamatkannya dari adzab Allah melainkan dzikir kepada Allah.” (HR ath-Thabrani dengan sanad yang hasan dan al-Allamah Ibnu Baz menjadikannya hujjah dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)

2. Meridhai Allah, Islam dan Rasulullah

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَقُولُ حِينَ يُصْبِحُ وَحِينَ يُمْسِي ثَلَاثَ مَرَّاتٍ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَبِيًّا إِلَّا كَانَ حَقًّا عَلَى اللَّهِ أَنْ يُرْضِيَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Tidaklah seorang hamba muslim mengucapkan pada saat dia memasuki waktu pagi dan memasuki waktu petang: ‘radhiitu billahi rabba, wa bil islaami diina wa bi muhammad shallallahu ‘alaihi wa salam nabiya (aku ridha Allah sebagai Rabb-ku, Islam sebagai agamaku, dan Muhammad sebagai Nabi-ku)’ sebanyak tiga kali, melainkan merupakan hak bagi Allah untuk meridhainya pada hari kiamat kelak.” (HR Ahmad dan dihasankan oleh al-Allamah Ibnu Baz dalam kitab Tuhfah al-Akhyaar)

3. Menuntut Ilmu Syar’i

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ

“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR Muslim no 2699)

4. Menahan Marah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ يَسْتَطِيعُ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ فِي اَيِّ الْحُورِ شَاءَ

“Barangsiapa yang menahan amarahnya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, niscaya Allah akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan para makhluk sampai Allah memilihkan untuknya bidadari-bidadari yang dia suka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)

5. Membaca Ayat Kursi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ قَرَأَ آيَةَ الْكُرْسِي دُبُرَ كُلِّ صَلاَةٍ لَمْ يَمْنَعُهُ مِنْ دُخُوْلِ الْجَنَّةَ إِلاَّ أَنْ يَمُوْتَ

“Barangsiapa yang membaca Ayat Kursi setiap selesai shalat, maka tidak ada yang dapat menghalanginya untuk masuk surga kecuali jika dia mati.” (HR an-Nasaa’i dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Maksudnya adalah jika dia mati, dia akan masuk surga dengan rahmat dan karunia Allah ‘Azza wa Jalla.

6. Menyingkirkan Gangguan di Jalan

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

لَقَدْ رَأَيْتُ رَجُلاً يَتَقَلَّبُ فِي الجَنَّةِ فِي شَجَرَةٍ قَطَعَهاَ مِنْ ظَهْرِ الطَّرِيقِ كَانَتْ تُؤْذِي النَّاسَ

“Sungguh aku telah melihat seorang lelaki mondar-mandir di dalam surga dikarenakan sebuah pohon yang dia tebang dari tengah jalan yang selalu mengganggu manusia” (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَرَّ رَجُلٌ بِغُصْنِ شَجَرَةٍ عَلَي ظَهْرِ طَرِيقٍ فَقَالَ وَاللهِ لأُنَحِّيَنَّ هَذَا عَنْ المُسْلِمِينَ لَا يُؤذِيهِمْ فَأُدْخِلَ الجَنَّةَ

“Ada seorang lelaki berjalan melewati ranting pohon yang ada di tengah jalan, lalu dia berkata, ‘Demi Allah, sungguh aku akan singkirkan ranting ini dari kaum muslimin agar tidak menganggu mereka.’ Maka dia pun dimasukkan ke dalam surga.” (HR Muslim)

7. Membela Kehormatan Saudaranya di Saat Ketidakhadirannya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ رَدَّ عَن عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللهُ عَن وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ القِيَامَةِ

“Barangsiapa membela harga diri saudaranya, niscaya pada hari kiamat Allah akan memalingkan wajahnya dari api neraka.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,

مَنْ وَقَاهُ اللهُ شَرَّ مَا بَيْنَ لَحيَيْهِ وَ شَرَّ مَا بَيْنَ رِجْلَيْنِ دَخَلَ الجَنَّةَ
“Barangsiapa yang Allah lindungi dari keburukan apa yang ada di antara kedua rahangnya (yaitu mulut) dan keburukan yang ada di antara dua pahanya (yaitu kemaluannya), niscaya dia akan masuk surga.” (Dihasankan oleh Imam at-Tirmidzi dan disepakati oleh Syaikh al-Albani)

8. Menjauhi Debat Kusir Walaupun Benar

Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam,

أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ

“Aku akan menjamin sebuah rumah di dasar surga bagi orang yang meninggalkan debat meskipun dia berada dalam pihak yang benar. Dan aku menjamin sebuah rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam keadaan bercanda. Dan aku akan menjamin sebuah rumah di bagian teratas surga bagi orang yang membaguskan akhlaknya.” (HR Abu Dawud dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani)

9. Berwudhu’ Lalu Shalat Dua Raka’at

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda,”Tidaklah seorang muslim berwudhu’ lalu dia baguskan wudhu’nya, kemudian dia berdiri shalat dua raka’at dengan menghadapkan hatinya dan wajahnya pada kedua raka’at itu, melainkan surga wajib baginya.” (HR Muslim)

10. Pergi Shalat ke Masjid

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda, “Berikanlah kabar gembira bagi orang-orang yang berjalan di dalam kegelapan untuk menuju masjid, mereka akan mendapatkan cahaya yang sempurna pada hari kiamat.” (HR Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam juga bersabda, “Barangsiapa yang pergi ke masjid atau pulang dari masjid, niscaya Allah akan persiapkan baginya nuzul di dalam surga setiap kali dia pergi dan pulang.” (HR Bukhari dan Muslim)
Imam an-Nawawi berkata, “Nuzul adalah makanan pokok, rizki dan makanan yang dipersiapkan untuk tamu.”
***
Rujukan:
-Nayef bin Mamduh Alu Su’ud, 175 Jalan Menuju Surga, Darul Ilmi Publishing 2011
-Yusuf bin Abdullah bin Yusuf al-Wabil, Tanda-Tanda hari Kiamat, Pustaka Mantiq 1997

Rabu, 21 Maret 2012

Kenapa Rasulullah Harus Lebih Kita Cintai ?

Kenapa Rasulullah Harus Lebih Kita Cintai ?


Cinta Rasul
Cinta Rasul
Mencintai Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam berarti condongnya hati seorang muslim kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang dengan kecondongan ini terlihat dia lebih mendahulukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam daripada siapapun dari seluruh makhluk atau apapun dari benda di dunia ini.
Lebih mendahulukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam daripada orang tuanya, anaknya, dan seluruh manusia bahkan sampai diri sendiri.
Lebih mendahulukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari pada emas, perak dan seluruh alam semesta dan kekayaannya.

عنْ أَنَسٍ قَالَ قَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- «لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَالِدِهِ وَوَلَدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ»

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: “Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak beriman salah seorang dari kalian sampai aku ia lebih cintai daripada orangtuanya, anaknya dan seluruh manusia.” HR. Bukhari dan Muslim.
Maksud “tidak beriman” adalah tidak sempurna keimanannya dengan keimanan yang wajib, yang dengan keimanan tersebut dia terlepas dari siksa neraka dan dimasukkan kepada surga dengan kehendak Allah Ta’ala.
Kenapa disebutkan orangtua dan anak, simak jawabannya:

فوالدا الشخص اللذان كانا سبباً في وجوده وقد قاما بتنشئته وتربيته والإحسان إليه، حتى بلغ مبلغ الرجال وصار رجلاً سوياً، وكذلك أولاده الذين تفرعوا منه، وهو يحبهم ويشفق عليهم، لا يؤمن حتى يكون رسول الله صلى الله عليه وسلم أحب إليه منهم، وذلك لأن المنفعة التي حصلت من الوالدين هي أنهما كانا سبب وجوده وقاما بتنشئته، لكن المنفعة التي حصلت له بسبب الرسول صلى الله عليه وسلم أعظم، وهي الهداية للصراط المستقيم، والخروج من الظلمات إلى النور، فصارت محبته تفوق محبة الوالدين والأولاد. [شرح سنن أبي داود ـ عبد المحسن العباد 27/ 67]

Artinya: “Kedua orangtua seseorang yang keduanya merupakan sebab adanya dia, dan keduanya telah mengurusnya, mendidiknya dan berbuat baik kepadanya sampai seseorang tersebut menjadi orang dewasa yang sempurna, demikian pula anak-anaknya yang merupakan cabang darinya, dia mencinti mereka, kasih sayang terhadap mereka, tidak beriman seseorang sampai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih dia cintai daripada mereka seluruhnya, yang demikian itu karena kebaikan yang di dapat dari kedua orangtua adalah karena keduanya merupakan sebab adanya mereka berdua dan karena keduanya telah mengurusnya, akan tetapi kebaikan yang dia dapatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lebih agung, yaitu petunjuk ke jalan yang lurus, dan keluar dari kegelapan menuju cahaya, oleh sebab inilah kecintaan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam lebih tinggi daripada kecintaan kepada orangtua dan anak-anak.” Lihat syarah sunan Abu Daud oleh Syeikh Al Muhaddits Abdul Muhsin Al Abbad hafizhahullah, 27/67 (syamila).

عَبْدَ اللَّهِ بْنَ هِشَامٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – وَهْوَ آخِذٌ بِيَدِ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَقَالَ لَهُ عُمَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ كُلِّ شَىْءٍ إِلاَّ مِنْ نَفْسِى . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « لاَ وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْكَ مِنْ نَفْسِكَ » . فَقَالَ لَهُ عُمَرُ فَإِنَّهُ الآنَ وَاللَّهِ لأَنْتَ أَحَبُّ إِلَىَّ مِنْ نَفْسِى . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – «الآنَ يَا عُمَرُ»

Abdullah bin Hisyam meriwayatkan bahwa kami pernah bersama nabi muhammad shallallallahu ‘alaihi wasallam dan beliau mengandeng tangan Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ketika itu Umar berkata Kepada beliau: “Wahai Rasulullah, sungguh engkau adalah orang yang paling aku cintai daripada segala sesuatu kecuali dari diriku,” lalu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menanggapinya: “Tidak, demi jiwaku Yang berada di tangan-Nya, sampai aku lebih engkau cintai daripada dirimu,” lalu Umar berkata: “Sesungguhnya sekarang, demi Allah, engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri”, lalu nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sekarang Wahai Umar (sempurna imanmu).” HR. Bukhari.
Kenapa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dicintai?
Sebagian jawaban menarik dikemukakan oleh Imam An Nawawi rahimahullah:

وبالجملة فأصل المحبة : الميل إلى ما يوافق المحب ، ثم الميل قد يكون لما يستلذه الإنسان ويستحسنه ، كحسن الصورة والصوت والطعام ونحوها ، وقد يستلذه بعقله للمعاني الباطنة كحب الصالحين والعلماء وأهل الفضل مطلقا ، وقد يكون لإحسانه إليه ودفع المضار والمكاره عنه.

وهذه المعاني كلها موجودة في النبي صلى الله عليه وسلم لما جمع من جمال الظاهر والباطن ، وكمال خلال الجلال وأنواع الفضائل ، وإحسانه إلى جميع المسلمين بهدايته إياهم إلى الصراط المستقيم ودوام النعم والأبعاد من الجحيم

Artinya: “Ringkasnya, maka asal muasal kecintaan adalah kecondongan kepada apa yang disepakati orang yang dicintai, kemudian… kecondongan;
1. kadang terjadi untuk sesuatu yang dianggap baik dan enak oleh manusia, seperti baiknya rupa, suara, enaknya makanan dan semisalnya.
2. Dan terkadang terjadi untuk sesuatu yang dianggap baik oleh akalnya dan perasaannya akibat makna-makna yang ada dalam perasaan, seperti kecintaan kepada orang shalih, para ulama, orang-orang terhormat secara umum.
3. Dan terkadang terjadi karena kebaikan orang tersebut kepadanya, menolak akan bahaya dan keburukan atasnya.
Dan semua hal ini ada pada diri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena terkumpul di dalam diri beliau berupa;
1. Kebagusan lahir dan batin.
2. Kesempurnaan sifat yang baik dan bermacam keutamaan dari tingkah laku yang mulia.
3. Dan kebaikan beliau kepada seluruh kaum muslim dengan memberikan pertunjuk kepada mereka kepada jalan yang lurus, jalan yang penuh dengan nikmat (surga) dan jauh dari api neraka. Lihat kitab Al Minhaj Syarah Shahih Muslim.

“Ma’rifatulloh”, Mengenal kepada Alloh

Manusia dalam perjalanannya sebagai hamba Alloh harus memiliki dua kekuatan, yaitu kekuatan ilmu dan kekuatan amal. Seperti orang yang sedang berjalan dengan kendaraannya pada kegelapan malam, maka ilmu sebagai lentera dan rambu yang akan menerangi jalan menuju tujuannya. Semakin dalam ilmunya semakin terang pula jalan yang akan ia lalui. Sebaliknya, semakin jauh ia dari ilmu semakin gelap juga jalan kebenaran baginya. Sedangkan amal adalah motor yang menggerakkannya ke depan.
Semulia-mulia ilmu adalah ilmu mengenal Alloh yaitu ilmu tentang tauhid kepada Alloh, karena mulia atau tidaknya suatu ilmu sesuai dengan sesuatu yang hendak diketahui. Jika hal yang berkaitan dengan mencuri maka kehinaan ilmu itu sesuai pula dengan pekerjaan itu, begitu juga dengan ilmu dunia maka kemuliaannya sesuai pula dengan kedudukan dunia itu sendiri.
Dalam ilmu dien (agama), kemuliaan fiqih karena dengannya diketahui hukum-hukum syari’at, kemuliaan ilmu hadits disebabkan dengannya diketahui segala perilaku Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam. Sedangkan ilmu tauhid dengannya kita dapat mengenal Alloh. Adakah yang lebih besar dari Alloh?! Adakah yang lebih besar persaksian dan bukti melainkan bukti dan persaksian tentang Alloh?! Alloh berfirman:

قُلْ أَيُّ شَيْءٍ أَكْبَرُ شَهَادَةً قُلِ اللَّهُ شَهِيدٌ بَيْنِي وَبَيْنَكُمْ وَأُوحِيَ إِلَيَّ هَذَا الْقُرْآَنُ لِأُنْذِرَكُمْ بِهِ وَمَنْ بَلَغَ أَئِنَّكُمْ لَتَشْهَدُونَ أَنَّ مَعَ اللَّهِ آَلِهَةً أُخْرَى قُلْ لَا أَشْهَدُ قُلْ إِنَّمَا هُوَ إِلَهٌ وَاحِدٌ وَإِنَّنِي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ

Katakanlah: “Siapakah yang lebih kuat persaksiannya?” Katakanlah: “Alloh”…. (QS. al-An’am [6]: 19)
Adapun mengenal Alloh ialah dalam tiga hal, yaitu: mengenal Alloh dalam rububiyyah-Nya, mengenal Alloh dalam uluhiyyah-Nya, dan mengenal Alloh dalam nama dan sifat-Nya. Dan itulah tiga tauhid yang wajib diketahui oleh setiap muslim.
Tauhid Rububiyyah
Tauhid rububiyyah ialah mentauhidkan dan mengesakan Alloh dalam perbuatan-Nya. Maka tidak ada pencipta, pemberi rezeki, pemberi manfaat dan mudhorot, pengasih dan penyayang, kecuali Alloh. Dialah satu-satunya Pencipta alam, Pengatur alam semesta, Dia yang mengangkat dan menurunkan, Maha kuasa atas segala sesuatu yang menggantikan siang dan malam. Semua merupakan perbuatan Alloh.

قُلِ الَّلهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَآءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَآءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَآءُ
وَتُذِ لُّ مَنْ تَشَآءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلى كَلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
تُــولِجُ الَّــيْـلَ فِــي النَّــهَا رِ وَتُــولِــجُ الــنَّهَــارَ فِــى الَّيْــلِ وَتُــخْــرِجُ الْــحَيَّ مِــنَ الْمــيِّتِ وَتُخْــرِجُ الْــمَيِّــتَ مِــنَ الْحَــىِّ
وَتَــرْزُقُ مَــنْ تَــشَــآءُ بِــغَيْــرِ حِسَـــابٍ

Katakanlah: “Wahai Alloh yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. dan Engkau beri rezeki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali Imron [3]: 26–27)
Ketika seorang hamba meyakini ada yang mencipta atau memberi rezeki selain dari Alloh, berarti ia telah berbuat syirik. Perhatikan firman Alloh Ta’ala dalam hal ini:
Inilah ciptaan Alloh, maka perlihatkanlah olehmu kepadaku apa yang telah diciptakan oleh sembahan-sembahan(mu) selain Alloh…. (QS. Luqman [31]: 11)
Atau siapakah dia yang memberi kamu rezeki jika Alloh menahan rezeki-Nya? (QS. al-Mulk [67]: 21]
Pengenalan seorang hamba kepada tauhid rububiyyah ini merupakan fithroh yang telah digoreskan ke dalam sanubarinya. Bahkan sampai pada hewan dan binatang, tidak ada yang menyangkalnya.
Berkata rosul-rosul mereka: “Apakah ada keragu-raguan terhadap Alloh, Pencipta langit dan bumi?… (QS. Ibrohim [14]: 10)
Sampai Fir’aun sekalipun memiliki fithroh ini.
Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mukjizat-mukjizat itu kecuali Robb yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata….” (QS. al-Isro’ [17]: 102)
Oleh karena itu, keyakinan terhadap tauhid rububiyyah belum memasukkan seseorang ke dalam Islam. Bukan demi hal itu (tauhid rububiyyah,—red) Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam memerangi Abu Lahab dan Abu Jahal beserta kaum Quraisy. Bukan hal itu pula yang membuat Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam terusir dari Makkah, dilempari batu, luka wajahnya?! Poros pertikaian dan inti perselisihan antara para nabi dengan umatnya adalah dalam tauhid kedua yaitu tauhid uluhiyyah.
Tauhid Uluhiyyah
Tauhid uluhiyyah adalah mengesakan Alloh dalam perbuatan hamba kepada Alloh dengan niat mendekatkan diri kepada-Nya. Sekiranya Alloh yang mencipta, yang memberi, mengapa yang disembah justru sesuatu yang lainnya?! Sekiranya Alloh yang memberi manfaat dan mudhorot mengapa harus berharap, takut, dan cemas kepada selain-Nya?! Sikap dan perbuatan seperti itu benar-benar tidak adil … sebuah kezholiman yang nyata. Itulah syirik.
Zaid bin Amr bin Nufail, salah seorang penganut ajaran hanif di Makkah, mengomentari sembelihan Quraisy: “Ini kambing, Alloh yang menciptakan, Dia pula menurunkan hujan dan menumbuhkan rumputnya, lalu kalian menyembelihnya untuk selain nama Alloh?!! (1)
Itulah cara berpikir orang-orang musyrik, tidak memposisikan Alloh sesuai dengan kadar dan keagungan-Nya. Celakalah mereka!! Ke mana akal yang telah dianugerahkan oleh Sang Pencipta?! Di mana fithroh yang suci yang ada dalam dada?!! Mereka berkata:
“Mengapa ia menjadikan Ilah (Dzat yang diibadahi) hanya satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. (QS. Shad [38]: 5)”
Mereka merasa aneh ketika para nabi memerintahkan untuk mentauhidkan Alloh dalam perbuatan mereka kepada Alloh, bahwa tidak ada do’a, puasa, sujud, dan nadzar kecuali kepada Alloh. Tidak ada yang ditakuti, diharapkan, dan dicintai kecuali hanya Alloh! Tidak ada khusyu’, tawakkal, merendah diri kecuali hanya kepada Alloh!
Tauhid Uluhiyyah Inti Dakwah Para Rosul
Tauhid uluhiyyah disebut juga dengan tauhid ibadah, karena ia mengesakan Alloh dalam ibadah seorang hamba. Tauhid uluhiyyah adalah inti dakwah para rosul, semenjak nabi Nuh hingga nabi akhir zaman. Dan ia jalan dan metode dakwah setiap penyeru kebenaran pada setiap tempat dan zaman.
Alloh berfirman:
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah thoghut itu”…. (QS. an-Nahl [16]: 36)”
Dalam tauhid inilah berkecamuk peperangan antara para nabi dengan kaumnya, sehingga mereka menjadi dua kelompok yang saling bertikai, satu kelompok Alloh dan satu kelompok setan. Karena tidak mengertinya manusia tentang hakikat penciptaan.
Alloh berfirman:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)”
Berkata Syaikhul Islam: “Ketahuilah bahwa kefakiran seorang hamba kepada Alloh agar ia mengibadahi-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan apapun. Tidak ada percontohan dari kebutuhan tersebut sehingga ia dapat dikiaskan. Akan tetapi dapatlah diserupakan dalam beberapa segi dengan kebutuhan seseorang dengan makan dan minum. Sekalipun antara keduanya terdapat perbedaan yang besar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan rohnya dan ia tidak akan baik hidupnya kecuali dengan Ilah-nya yaitu Alloh yang tidak ada Ilah yang berhak diibadahi kecuali Alloh. Maka, tidak ada ketenangan di dunia kecuali berdzikir kepada-Nya. Ia berletih berpeluh dan akan bertemu dengan-Nya dan tidak ada kebaikan bagi dirinya kecuali harus bertemu dengan-Nya. Sekiranya seorang hamba memperoleh kelezatan dan kebahagiaan selain Alloh, niscaya ia tidak kekal, karena ia akan berpindah-pindah dari satu bentuk ke bentuk yang lain, dari individu kepada individu yang lain. Dalam satu waktu ia bisa merasa nikmat dengannya akan tetapi pada waktu lain ia tidak lagi merasakan nikmatnya, bahkan kadang-kadang menyusahkan dirinya akibat hubungannya dengan sesuatu tersebut atau keberadaan sesuatu tersebut di sisinya. Adapun Ilah-nya maka ia sangat membutuhkan-Nya pada setiap keadaan dan waktu. (2)
Tauhid Asma’ dan Sifat
Yaitu beriman kepada nama-nama dan sifat-sifat Alloh, sebagaimana yang diterangkan dalam al-Qur’an dan Sunnah Rosul-Nya sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya, tanpa takwil, ta’thil(3), takyif (4), tamtsil (5).
Alloh berfirman:
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya dan Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS. asy-Syuro [42]: 11)
Dengan mengetahui nama dan sifat Alloh seorang hamba dapat bermu’amalah dengan Alloh dalam ibadahnya. Dan tidak akan sempurna seseorang dalam mengenal Alloh kecuali ia harus menganut madzhab Ahlus Sunnah dalam aqidah terutama tentang tauhid asma’ wa shifat, yang mana sebagai tempat yang sering menggelincirkan kelompok-kelompok di luar Ahlus Sunnah.
Bagaimana ia beribadah dengan baik, sekiranya ia berkeyakinan seperti keyakinan kelompok Jahmiyyah yang mengatakan bahwa Alloh tidak di luar dan tidak di dalam dan seterusnya, mereka samakan Alloh dengan sesuatu yang tidak ada.
Bagaimana ia beribadah dengan baik sekiranya ia mengatakan Alloh tidak bersemayam di atas ‘arsy akan tetapi maksudnya menguasai ‘arsy. Sehingga dengan demikian ia menyatakan bahwa ‘arsy dahulu dikuasai oleh sesuatu lalu baru dikuasai oleh Alloh. Kita berlindung dari apa yang mereka sifati!!
Sedangkan Ahlus Sunnah meyakini dalam masalah nama dan sifat Alloh yaitu meyakini dan menetapkan apa yang telah ditetapkan oleh Alloh dan rosul-Nya dari nama dan sifat-sifat-Nya dengan tidak mentakwilnya dan mentakyif atau mentamtsilnya.
Berkata Imam Ahmad rahimahullahu ta’ala : “Tidaklah seseorang menyifati Alloh kecuali dengan apa yang disifati oleh-Nya untuk diri-Nya atau apa yang sifati rosul-Nya serta tidak boleh melanggar al-Qur’an dan hadits.” (6)
Semoga Alloh menunjukkan kita ke jalan yang lurus. Amin.
Footnote:
1. HR. Bukhori 3540
2. Majmu’  Fatawa 1/24
3. Ta’thil yaitu menghilangkan makna atau sifat Alloh
4. Takyif yaitu bertanya tentang hakikat dan sifat-Nya dengan kata:  “Bagaimana?”
5. Tamtsil yaitu menyerupakan Alloh dengan makhluk-Nya.
6. Silakan lihat Kitab Tauhid 1/98 edisi terjemah oleh penerbit Darul Haq
Sumber : http://alghoyami.wordpress.com/